A. Pendidikan Pada Masa Daulah Bani
Umayyah
Sejarah
pendidikan Islam pada hakekatnya sangat berkaitan erat dengan sejarah Islam.
Periodesasi pendidikan Islam selalu berada dalam periode sejarah Islam itu
sendiri. Sejak lahirnya agama islam, lahirlah
pendidikan dan pengajaran islam, pendidikan dan pengajaran islam itu terus
tumbuh dan berkembang pada masa khulafaurasyidin dan masa bani Umayyah.
Sejarah
pendidikan Islam erat kaitannya dengan sejarah Islam, karena proses pendidikan
Islam sejatinya telah berlangsung sepanjang sejarah Islam, dan berkembang
sejalan dengan perkembangan sosial budaya umat Islam itu sendiri. Melalui
sejarah Islam pula, umat Islam bisa meneladani model-model pendidikan Islam di
masa lalu, sejak periode Nabi Muhammad SAW, sahabat dan ulama-ulama sesudahnya.
Para ahli sejarah menyebut bahwa sebelum muncul sekolah dan universitas,
sebagai lembaga pendidikan formal, dalam dunia Islam sesungguhnya sudah
berkembang lembaga-lembaga pendidikan Islam non formal, diantaranya adalah
masjid.
1. Pola Pendidikan Islam Pada Priode
Dinasti Umayyah
Pada masa dinasti Umayyah pola
pendidikan bersifat desentrasi. Desentrasi artinya pendidikan tidak
hanya terpusat di ibu kota Negara saja tetapi sudah dikembangkan secara otonom
di daerah yang telah dikuasai seiring dengan ekspansi teritorial. Sistem pendidikan ketika itu belum memiliki
tingkatan dan standar umur. Kajian ilmu yang ada pada periode ini berpusat
di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir, Cordova dan beberapa kota lainnya,
seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik dan Palestina (Syam), Fistat
(Mesir). Diantara ilmu-ilmu yang dikembangkannya, yaitu: kedokteran, filsafat,
astronomi atau perbintangan, ilmu pasti, sastra, seni baik itu seni bangunan,
seni rupa, maupun seni suara.
Selain
kemajuan seperti di atas ilmu pengetahuan yang berkembang pada masa ini adalah:
1. Ilmu
agama, seperti: Al-Qur’an, Haist, dan Fiqh. Proses pembukuan Hadist
terjadi pada masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz sejak saat itulah hadis
mengalami perkembangan pesat.
2. Ilmu
sejarah dan geografi, yaitu segala ilmu yang membahas tentang
perjalanan hidup, kisah, dan riwayat. Ubaid ibn Syariyah Al Jurhumi berhasil
menulis berbagai peristiwa sejarah.
3. Ilmu
pengetahuan bidang bahasa, yaitu segla ilmu yang mempelajari bahasa,
nahu, saraf, dan lain-lain.
4. Bidang
filsafat, yaitu segala ilmu yang pada umumnya berasal dari bangsa
asing, seperti ilmu mantik, kimia, astronomi, ilmu hitung dan ilmu yang
berhubungan dengan itu, serta ilmu kedokteran.
2. Kurikulum
Pendidikan Islam pada Masa Bani Umayyah
Runtuhnya
kerajaan Romawi pada abad ke-5 M merupakan awal dari “zaman pertengahan yang
gelap”, yaitu ketika Eropa mengalami kemunduran peradaban. Sementara di timur
(negeri-negeri Islam) peradaban mengalami kemajuan yang sangat pesat. Sehingga
Islam selama kurang lebih 5 abad menjadi mercusuar dunia dalam segala aspek.
Di antara
penyebab kemajuan tersebut adalah adanya asimilasi budaya antar bangsa.
Fanatisme ke-arab-an yang melekat pada zaman sebelum bani Umayyah mulai
ditinggalkan dan diganti dengan prinsip egaliterisme dalam segala aspek dengan
diperkuat dasar-dasar agama sebagai sendi Negara.
Pada masa
dinasti Umayyah pola pendidikan bersifat desentrasi,. Kajian ilmu yang
ada pada periode ini berpusat di Damaskus, Kufah, Mekkah, Madinah, Mesir,
Cordova dan beberapa kota lainnya, seperti: Basrah dan Kuffah (Irak), Damsyik
dan Palestina (Syam), Fistat (Mesir). Pada masa bani Umayyah, pakar pendidikan
Islam menggunakan kata Al-Maddah
untuk pengertian kurikulum. Karena pada masa itu kurikulum lebih identik dengan
serangkaian mata pelajaran yang harus diberikan pada murid dalam tingkat
tertentu.
Sejalan
dengan perjalanan waktu pengertian kurikulum mulai berkembang dan cakupannya
lebih luas, yaitu mencakup segala aspek yang mempengaruhi pribadi siswa.
Kurikulum dalam pengertian yang modern ini mencakup tujuan, mata pelajaran,
proses belajar dan mengajar serta evaluasi. Berikut ini adalah macam-macam
kurikulum yang berkembang pada masa bani Umayyah:
a.
Kurikulum Pendidikan Rendah
Terdapat
kesukaran ketika ingin membatasi mata pelajaran-mata pelajaran yang membentuk
kurikulum untuk semua tingkat pendidikan yang bermacam-macam. Pertama, karena tidak adanya kurikulum
yang terbatas, baik untuk tingkat rendah maupun untuk tingkat penghabisan,
kecuali Alquran yang terdapat pada kurikulum. Kedua, kesukaran diantara membedakan fase-fase pendidikan dan
lamanya belajar karena tidak ada masa tertentu yang mengikat murid-murid untuk
belajar pada setiap lembaga pendidikan.
Sebelum
berdirinya madrasah, tidak ada tingkatan dalam pendidikan Islam, tetapi tidak
hanya satu tingkat yang bermula di kuttab dan berakhir di diskusi halaqah. Tidak ada kurikulum khusus yang diikuti oleh
seluruh umat Islam. Dilembaga kuttab biasanya diajarkan membaca dan menulis
disamping Alquran. Kadang diajarkan bahasa, nahwu, dan arudh.
Umumnya
pelajaran diberikan guru kepada murid-murid seorang demi seorang. Baik di
Kuttab atau di Masjid pada tingkat menengah. Pada tingkat tinggi pelajaran
diberikan oleh guru dalam satu halaqah yang dihadiri oleh pelajar bersama-sama.
Ilmu-ilmu yang diajarkan pada Kuttab pada mula-mulanya adalah dalam keadaan
sederhana, yaitu: belajar membaca dan menulis, membaca Al-Qur’an dan
menghafalnya, belajar pokok-pokok agama Islam, seperti cara wudhu, shalat,
puasa dan sebagainya. Ilmu-ilmu yang diajarkan pada tingkat menengah dan tinggi
terdiri dari: Al-Qur’an dan tafsirannya, hadis dan mengumpulkannya, serta fiqih (tasri’).
b.
Kurikulum Pendidikan Tinggi
Kurikulum
pendidikan tinggi (halaqah) bervariasi tergantung pada syaikh yang mau
mengajar. Para mahasiswa tidak terikat untuk mempelajari mata pelajaran
tertentu, demikian juga guru tidak mewajibkan kepada mahasiswa untuk mengikuti
kurikulum tertentu. Mahasiswa bebas untuk mengikuti pelajaran di sebuah halaqah
dan berpindah dari sebuah halaqah ke halaqah yang lain, bahkan dari satu kota
ke kota lain. Menurut Rahman, pendidikan jenis ini disebut pendidikan orang
dewasa karena diberikan kepada orang banyak yang tujuan utamanya adalah untuk
mengajarkan mereka mengenai Alquran dan agama. Kurikulum pendidikan tingkat ini dibagi kepada
dua jurusan, jurusan ilmu-ilmu agama (al-ulum
al-naqliyah) dan jurusan ilmu pengetahuan (al-ulum al-aqliyah).
Kedua
macam kurikulum ini sejalan dengan dua masa transisi penting dalam perkembangan
pemikiran Islam. Kurikulum pertama adalah sejalan dengan fase dimana dunia
Islam mempersiapkan diri untuk mendalami agama, menyiarkan dan mempertahankannya.
Namun perhatian pada agama ini tidaklah terbatas pada ilmu agama an sich,
tetrapi dilengkapi juga dengan ilmu-ilmu bahasa, ilmu sejarah, hadits dan
tafsir. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum jurusan ini adalah tafsir Alquran,
hadits, fiqih dan ushul fiqih, nahwu saraf, balaghah, bahasa dan sastranya.
Kurikulum
kedua, yaitu kurikulum ilmu pengetahuan. Ia merupakan cirri khas fase kedua
perkembangan pemikiran umat Islam, yaitu ketika umat Islam mulai bersentuhan
dengan pemikiran Yunani, Persia dan India. Menurut Mahmud Yunus, kurikulum
untuk pendidikan jenis ini mantiq, ilmu alam dan kimia, music, ilmu-ilmu pasti,
ilmu-ilmu ukur, ilmu-ilmu falak, ketuhanan, ilmu hewan, ilmu tumbuh-tumbuhan
dan kedokteran. Ikhwan Al-Shafa mengklasifikasikan ilmu-ilmu umum kepada:
- Disiplin-disiplin umum: tulis-baca,
arti kata dan gramatika, ilmu hitung, sastra (sajak dan puisi) ilmu tentang
tanda-tanda dan isyarat, ilmu sihir dan jimat, kimia, sulap, dagang, dan
keterampilan tangan, jual beli, komersial, pertanian dan perternakan, serta
biografi dan kisah.
- Ilmu-ilmu Filosofis: matematika,
logika, ilmu angka-angka, geometri, astronomi, music, aritmatika, dan
hokum-hukum geometri, ilmu-ilmu alam dan antropologi zat, bentuk, ruang, waktu
dan gerakan kosmologi produksi, peleburan, dan elemen-elemen meterologi dan
minerologi, esensi alam dan manifestasinya, botani, zoology, anatomi dan
antropologi, persepsi inderawi, embriologi, manusia sebagai mikro kosmos,
perkembangan jiwa (evolusi psikologis), tubuh dan jiwa, perbedaan bahasa-bahasa
(filologi), psikologi, teologi-doktrin esoteris Islam, susunan dan spiritual,
serta ilmu-ilmu alam ghaib.
Masuknya ilmu-ilmu asing yang
berasal dri tradisi Hellenistik ke dalam kurikulum pendidikan Islam bukan
merupakan bagian dari pendidikan yang ditawarkan dimasjid, tetapi dilakukan di
halaqah-halaqah pribadi atau juga di perpustakaan-perpustakaan, seperti Dar
al-Hikmah, dan Bait al-Hikmah. Syalabi menggambarkan bagaimana giatnya umat
Islam mengadakan penelitian, penerjemahan, diskusi dalam berbagai aspek di
kedua lembaga tersebut.
B.
Pendidikan Pada Masa Daulah Bani Abbasiyah
Pada permulaan masa Abbasiyah pendidikan dan pengajaran
berkembang dengan sangat hebatnya di seluruh negara islam. Sehingga lahir
sekolah-sekolah yang tidak terhitung banyaknya, tersebar di kota sampai ke
desa-desa. Anak-anak dan pemuda berlomba-lomba untuk menuntut ilmu pengetahuan,
pergi kepusat-pusat pendidika, meninggalkan kampung halamannya karena cinta
akan ilmu pengetahuan.
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah merupakan masa
kejayaan Islam dalam berbagai bidang, kususnya bidan ilmu pengetahuan. Pada
zaman ini umat Islam telah banyak melakukan kajian kritis tentang ilmu
pengetahuan, sehingga ilmu pengetahuan baik pengetahuan Aqli ( rasional )
maupun pengtahuan yang Naqli mengalami kemajuan dengan sangat pesat.sehingga pada zaman itu merupakan zaman
kebangkitan dan keemasan umat islam yang sangat gemilang.
Sebagaimana di uraikan di atas puncak perkembangan
pemikiran dan pengetahuan Islam terjadi pada masa pemerintahan Bani
Abbasiyah,tidak berarti seluruhnya berawal dari kemauan dan kreativitas para
penguasa pada saat itu, yakni penguasa pada bani Abbasiyah itu sendiri.
Pada zaman pemerintahan daulah daulah Abbasiyah,
pendidikan islam sudah menjadi perhatian yang tinggi bagi pemimpin yakni dengan
adanya lembaga pendidikan yang sudah
mulai berkembang dan proses pengalihan ilmu pengatahuan yang juga mulai
berkembang.
lembaga
pendidikan sudah mulai berkembang ketika itu, lembaga pendidikan terdiri dari
dua tingkat:
1.
Maktab atau Kuttab dan masjid,
yaitu lembaga pendidikan terendah, tempat anak-anak mengenal dasar bacaan,
hitungan dan tulisan dan tempat para remaja belajar dasar –dasar ilmu seperti
tafsir, hadis, fiqhi dan bahasa.
2.
Tingkat pendalaman. Para pelajar
yang ingin memperdalam ilmunya, meramu untuk memuntut ilmu kepada Seseorang
atau beberapa orang ahli dalam bidangnya masing-masing. Pada umumnya, ilmu yang
dituntut adalah ilmu-ilmu ibadah atau agama. Pengajarannya berlangsung di
masjid-masjid atau di rumah-rumah ulama bersangkutan. Bagi anak penguasa,
pendidikan berlangsung di istana atau dirumah penguasa terasebut dengan
memanggil ulama ahli kesana.
Lembaga-lembaga ini kemudian berkembang pada masa
pemerintahan bani Abbas, dengan bedirinya perpustakaan dan akademi. Perpustakaan
pada masa itu lebih merupakan sebuah universitas, karena disamping terdapat
kitab-kitab, disana orang juga dapat membaca menulis dan berdiskusi.
Lembaga pendidikan islam yang untuk pengajaran dan
pendidikan adalah didirikannya Bait Al-Hikmah ( Rumah Kebajikan ) yang didirikan oleh Al-Ma’mun
pada tahun 830 M di kota Bagdad yang merupakan sebagai ibu kota Negara. Dengan
adanya lembaga ini memberikan efek positif yakni tempat itu dijadikan sebagi
pusat pembelajaran, dan penerjemahan buku karangan bangsa-bangsa terdahulu
seperti buku-buku karya bangsa-bangsa Yunani, Romawi, dan Persia serta berbagi
naskah yang ada di kawasan timur tengah dan Afrika, seperti Mesopotamia dan
Mesir.
v Kurikulum Pendidkan Islam Pada Masa
Bani Abbasiyah
Sejak periode awal kebngkitan pendidikan islam pada masa
abbasiyah, pendidikan islam memiliki potensi untuk mengembangkan kurikulum yang
beraneka ragam, yakni mencakup seluruh
area pengetahuan yang dikenal. Pada masa Abbasiyah ini, pakar pendidkan islam
menggunakan kata Al-Maddah untuk pengertian Kurikulum. Karena pada masa itu
kurikulum lebih identik dengan serangkain mata pelajaran yang harus diberikan
pada murid dalam tingkatan tertentu.
Pendidikan pada masa abbasiyah tidak ada kurikulum yang
khusus yang dapat diikuti masyarakat ummat islam. Di lembaga kuttab biasanya
diajarkan membaca dan menulis disamping mengajarkan Al-Qur’an. Kadang juga
diajarkan ilmu bahasa yakni, nahu dan arudh.
Kurikulum pada tingkatanya berpariasi tergantung pada
tingkat kebutuhan, karena sebuah kurikulum dibuat tidak akan pernah lepas dari
factor sosiologis, politis dan ekonomis yang melingkupinya.
Namun demikian ada perbedaan kurikulum antara
kuttab-kuttab yang di pergunakan bagi masyarakat umum dengan yang ada di
istana. Di istana, orang tu (para pembesar istana ) adalah yang membuat
perancanaan pelajaran tersebut sesuai dengan anaknya dan tujuanya yang
dikehendakinya. Biasanya rencana pembelajaran untuk pendidikan istana berupa
pidato, sejarah,takti perperanagn, cara bergaul dengan masyarakat disamping
pengatahuan pokok,seperti Al-Qur’an syair dan bahasa.
Rini Nuralfiah/7G
siiiip
BalasHapus