Minggu, 18 November 2012

Evaluasi dalam Pendidikan Islam

A.    Pengertian dan Tujuan Evaluasi dan Pengembangan Pendidikan
Secara harfiah evaluasi berasal dari bahasa Inggris, evaluation, yang berarti penilaian. Dalam bahasa arab memiliki istilah imtihan yang berarti ujian, dan khataman yang berarti cara menilai hasil akhir dari proses kegiatan. Sehingga dapat diartikan bahwa evaluasi adalah sebuah proses membandingkan situasi yang ada dengan kriteria tertentu dalam rangka mendapatkan informasi dan menggunakannya untuk menyusun penilaian dalam rangka membuat keputusan.
Melalui evaluasi, suatu kegiatan dapat diketahui atau ditentukan tarap kemajuan, dan dapat diketahui tingkat keberhasilan seseorang pendidik dalam menyampaikan materi ajar, dapat menemukan kelemahan yang telah dilakukan, baik yang berkaitan dengan materi maupun metode, fasilitas, sarana prasarana, lingkungan dan sebagainya.
Melalui evaluasi makan akan diketahui tingkat pemahaman peserta didik terhadap materi yang telah diajarkan.
B.     Unsur-unsur Evaluasi Serta Kedudukannya dalam Islam
Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu Allah berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama benda itu, jika kamu memang orang-orang yang benar.” Mereka menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (QS. Al-Baqarah (2): 31-32)
Melalui ayat tersebut maka dapat dikemukakan bahwa ada beberapa unsure evaluasi:
1.      Unsur evaluator : dalam hal ini Allah SWT yang merangkap sebagai guru yang mendidik Nabi Adam as.
2.      Unsur Dievaluasi : dalam hal ini Nabi Adam as., sebagai murid yang mendapatkan pelajaran dari Allah SWT.
3.      Unsur Materi : adalah segala sesuatu yang telah diajarkan oleh Allah SWT kepada Nabi Adam as.
4.      Unsur Kesahihan Hasil Evaluasi : pengakuan dan penilaian yang jujur dari para malaikat yang mengakui kemampuan Nabi Adam as, sebagai hasil didikan yang diberikan oleh Allah SWT.
5.      Unsur Pengakuan Terhadap Hasil Evaluasi : malaikat menyatakan hormat dan appresiasi yang tinggi terhadap Nabi Adam as.
C.    Macam-macam Evaluasi
1.      Evaluasi Formatif : untuk mengetahui hasil kegiatan belajar mengajar yang telah dilakukan oleh guru dan dicapai oleh peserta didik. Ini dilakukan karena manusia memiliki banyak kelemahan (QS. Al-Nisaa (4): 28); dan berawal dari ketidaktahuan (QS. An-Nahl: 78)
2.      Evaluasi Sumatif : untuk mengetahui hasil belajar yang dicapai peserta didik setelah mengikuti pelajaran dalam satu semester untuk kejenjang berikutnya. Sejalan dengan surat al-Insyiqaq ayat 19 dan al- Qamar ayat 49
3.      Evaluasi placement (penempatan) : mengetahui kemampuan peserta didik sebelum mengikuti pelajaran, serta menentukan bidang studi atau jurusan yang akan dipilih.
4.      Evaluasi diagnosisi : untuk mengetahui dan menganalisis tentang keadaan peserta didik, baik yang berkenaan dengan kesulitan yang dihadapi maupun hambatan yang dijumpai dalam kegiatan belajar mengajar.
D.    Syarat- Syarat dan Prinsip- Prinsip Evaluasi
Syarat evaluasi :
1.      Validity : terkait dengan hal-hal yang seharusnya dievaluasi yang ingin diketahui dan diselidiki dan soal-soal yang disusun dapat memberikan gambaran keseluruhan dari kesanggupan anak mengenai bidang tertentu.
2.      Reliable : terkait kepercayaan yakni bahwa soal yang disusun dapat memberikan keterangan tentang kesanggupan peserta didik yang sesungguhnya, serta tidak menimbulkan penafsiran yang beraneka ragam
Prinsip- prinsip Evaluasi :
1.         Kesinambungan (kontinuitas) : terkait dengan keberlangsungan evaluasi tersebut dalam kurun waktu tertentu yang dilaksanakan secara terus-menerus
2.         Menyeluruh (komprehensif) : terkait dengan materi evaluasi yang mencakup kepribadian, ketajaman hafalan, pemahaman, ketulusan, kerajinan, sikap kerjasama, tanggung jawab dan sebagainya (afektif, kognitif dan psikomotorik)
3.         Objektifitas : terkait dengan kenyataan yang sebenarnya, tidak dipengaruhi oleh hal-hal yang bersifat emosional dan irasional, serta yang tidak ada hubungannya dengan kegiatan belajar mengajar.
Evaluasi bersifat komparabel yakni dapat dibandingkan antara satu tahap penilaian dengan tahap penilaian lainnya, serta memiliki kejelasan bagi para siswa dan bagi para pengajar itu sendiri. Prinsip-prinsiptersebut sejalan dengan tuntunan Islam dalam Al-Qur’an :
a.       “Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah kamu bersama-sama dengan orang yang jujur.” (QS. At- Taubah:119)
b.      “Sesungguhnya kejujuran itu membawa kepada kebaikan, dan kebaikan itu membawa kepada surga.” (HR. Bukhari-Muslim)

MIA AGUSTIN/ 7G

Minggu, 04 November 2012

Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Islam

Pendidik Dan Peserta Didik Dalam Islam
1.   Pendidik
Dalam Kamus Bahasa Indonesia dinyatakan, bahwa pendidik adalah orang yang mendidik. Dalam pengertian yang lazim digunakan, pendidik adalah orang dewasa yang bertanggung jawab memberikan pertolongan pada peserta didiknya dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai tingkat kedewasaan, mampu mandiri dalam memenuhi tugasnya sebagai hamba dan khalifah Allah SWT.
Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik.
Di dalam Al-Qur’an dan as-sunah yang merupakan sumber utama ilmu pendidikan islam, terdapat sejumlah istilah yang mengacu kepada pengertian pendidik. Istilah tersebut antara lain: al-murabbi, al-muallim, al-muzakki, al-ulama, al-rasikhun fi al-‘ilm, ahl-al-dzikr, al-muaddib, al-mursyid, al-ustadz, ulul al-bab, ulu al-nuha, al-faqih, dan al-muwai’id.
Adanya berbagai istilah sebagimana tersebut di atas menunjukan bahwa seorang pendidik dalam ajaran islam memiliki peran dan fungsi yang amat luas.
a.          Al-murabbi yaitu ketika berperan sebagai orang yang menumbuhkan, membina, mengembangkan potensi anak didik serta membimbingnya.
b.         Al-muallim yaitu ketika berperan sebagi pemberi wawasan ilmu pengetahuan dan keterampilan.
c.          Al-muzakki yaitu ketika ia membina mental dan karakter sesorang agar memiliki akhlak mulia.
d.         Al-ulama yaitu ketika berperan sebagi peneliti yang berwawasan serta memiliki kedalaman ilmu agama dan ketakwaan yang kuat kepada Allah.
e.          Al-rasikhun fi al-‘ilm yaitu ketika dapat berpikir secara mendalam dan menangkap makna yang tersembunyi.
f.          Ahl al-dzikr yaitu ketika tampil sebagai pakar yang menjadi tempat bertanya dan rujukan.
g.         Ulul al-bab yaitu ketika ia dapat menyinergikan hasil pemikiran rasional dan hasil perenungan emosional.
h.         Al-muaddib yaitu ketika ia dapat membina kader-kader pemimpin masa depan bangsa yang bermoral.
i.           Al-mursyid yaitu ketika ia menunjukan sikap yang lurus dan menanamkan kepribadian yang jujur dan terpuji.
j.           Al-faqih yaitu ketika berperan sebagi ahli agama.
Pendidik islam sangat menekankan pendidik yang profesional, yaitu pendidik yang selain memiliki kompetensi akademik, pedagogik dan sosial, juga kompetensi kepribadian. Dengan adanya hal tersebut, hasil pendidikan dan pengajaran akan dapat mempengaruhi pembentukan watak dan karakter peserta didik yang baik.
2.   Peserta Didik
Peserta didik dalam pendidikan islam adalah individu yang sedang tumbuh dan berkembang, baik secara fisik, psikologis, sosial, dan religius dalam mengarungi kehidupan di dunia dan di akhirat kelak. Peserta didik lebih luas cakupannya dari pada anak didik, karena peserta didik tidak hanya melibatkan anak-anak, tetapi juga orang dewasa.
a.    Karakteristik Peserta Didik
Pemahaman terhadap karakteristik pesertra secara benar dan baik merupakan persyaratan yang tidak boleh ditinggalkan oleh setiap pendidik. Hal ini didasari pada sejumlah alasan sebagai berikut. Pertama, bahwa dengan memahami peserta didik dapat menentukan metode dan pendekatan dalam belajar mengajar. Kedua, bahwa dengan memahami peserta didik dapat menetapkan materi pelajaran yang sesuai dengan tingkat kemampuannya. Ketiga, bahwa dengan memahami peserta didik dapat memberikan perlakuan yang sesuai dengan fitrah, bakat, kecenderungan, dan kemanusiaannya.
b.   Karakteristik Peserta Didik Berdasarkan Teori Fitrah
Di dalam al-qur’an Allah menyatakan:
Maka hadapkanlah wajahmu kepada agama dengan selurus-lurusnya (sesuai dengan kecenderungan aslinya) itulah fitrah Allah, yang Allah ciptakan manusia di atas fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah itulah agama yang lurus. Namun kebanyakan manusia tidak mengetahuinya. (Q.S. al-Rum:30)
Selanjutnya di dalam hadisnya, Rasulullah SAW menyatakan:
“setiap anak yang dilahirkan memiliki fitrah, sehingga kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, Majusi.” (HR. Al-Aswad bin Sari)
Ayat dan hadis tersebut sering digunakan oleh pakar pendidikan islam untuk membangun teori fitrah manusia, yaitu seperangkat kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang. Di dalam pandangan islam fitrah mengandung makna kejadian yang di dalamnya berisi potensi dasar beragam yang benar dan lurus (al-dien al-qayyim), yaitu islam. Potensi dasar ini tidak dapat diubah oleh siapa pun atau lingkungan apa pun, karena fitrah itu merupakan ciptaan Allah yang tidak akan mengalami perubahan baik isi maupun bentuknya dalam setiap pribadi manusia.
Pendidikan islam berdasar pada pandangan theo-anthropo centris, yakni perpaduan antara manusia dan kehendak Tuhan. Selain itu, ada pula pendapat yang mengatakan, bahwa fitrah yang ada pada manusia adalah sesuatu yang bersifat orisinal, netral dan ideal. Fitrah tersebut meliputi potensi rasa ingin tahu dan mencintai kebenarana, potensi rasa menyukai dan mencintai kepada kebaikan dan potensi rasa menyukai dan mencitai keindahan.
Kondisi peserta didik ternyata tidak hanya dapat dilihat dari segi perbedaan usia, melainkan juga berdasarkan perbedaan tingkat kecerdasan, perbedaan bakat, minat dan hobi, serta perbedaan latar belakang sosial ekonomi dan budaya yang dimiliki peserta didik. Selain mengetahui kondisi peserta didik tersebut, juga perlu mengetahui tentang akhlak mulia yang harus dilakukan oleh peserta didik. Akhlak mulia itu ada yang terkait dengan dirinya sendiri, dengan Tuhan, guru, sesama teman, dengan lingkungan, dengan ilmu yang dipelajari, dan sebagainya. Akhlak yang demikian itu perlu dilakukan, agar setiap peserta didik dapat mencapai tujuan dan cita-citanya.
Adanya uraian tentang peserta didik sebagaimana tersebut di atas, pada intinya mengingatkan kepada setiap pendidik, bahwa tugas mendidik bukanlah pekerjaan sambilan yang dapat dilakukan sembarangan. Tugas mendidik ialah tugas professional, yang antara lain ditandai oleh kemampuan memahami keadaan peserta didik dalam seluruh aspek secara tepat, serta mampu menggunakannya untuk menentukan desain atau rancangan materi pembelajaran, serta metode dan pendekatan yang akan digunakan. Dengan kata lain, bahwa uraian tentang karakteristik peserta didik tersebut merupakan bagian pengetahuan atau wawasan yang harus dikuasai pendidik.

RINI NURALFIAH/7G